Induksi
adalah cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa
khusus untuk menentukan hukum yang umum (Kamus Umum Bahasa Indonesia, hal
444 W.J.S.Poerwadarminta. Balai Pustaka 2006)
Induksi
merupakan cara berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari
berbagai kasus yang bersifat individual. Penalaran secara induktif dimulai
dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang
khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan
yang bersifat umum (filsafat ilmu.hal 48 Jujun.S.Suriasumantri Pustaka Sinar
Harapan. 2005)
Berpikir
induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari
hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki
berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah
bentuk dari metode berpikir induktif. (www.id.wikipedia.com)
Jalan
induksi mengambil jalan tengah, yakni di antara jalan yang memeriksa cuma satu
bukti saja dan jalan yang menghitung lebih dari satu, tetapi boleh dihitung
semuanya satu persatu. Induksi mengandaikan, bahwa karena beberapa (tiada
semuanya) di antara bukti yang diperiksanya itu benar, maka sekalian bukti lain
yang sekawan, sekelas dengan dia benar pula.
Buat
contoh penegasan kita kembali pada masyarakat Yunani, masyarakat yang
sebenarnya merintis kesopanan manusia. Lama sudah terpendam dalam otaknya Archimedes,
pemikir Yunani yang hidup 250 tahun sebelum Masehi, persoalan: apa sebab badan
yang masuk barang yang cair itu, jadi enteng kekurangan berat? Ketika mandi,
maka jawab persoalan tadi tiba-tiba tercantum di matanya dan kegiatan yang
memasuki jiwanya menyebabkan dia lupa akan adat istiadat negara dan bangsanya.
Dengan melupakan pakaiannya, ia keluar dari tempat mandinya dengan
bersorak-sorakkan “heureuka” saya dapati, saya dapati, adalah satu contoh lagi
dari kuatnya nafsu ingin tahu dan lazatnya obat haus “ingin” tahu itu.
Archimedes menjalankan experiment yang betul, ialah badannya sendiri, yang jadi
benda yang dicemplungkan ke dalam air buat mandi. Dengan cara berpikir, yang
biasa dipakainya sebagai pemikir besar, ia bisa bangunkan satu undang yang setiap
pemuda yang mau jadi manusia sopan mesti mempelajari dalam sekolah di seluruh
pelosok dunia sekarang.
Menurut
undang Archimedes, maka kalau benda yang padat (solid) terbenam pada barang
cair, maka benda tadi kehilangan berat sama dengan berat zat cair yang
dipindahkan oleh benda itu.Tegasnya kalau berat Archimedes di luar air
umpamanya B gram dan berat air yang dipindahkan oleh badan Achimedes b gram,
maka berat Archimedes dalam air tidak lagi B gram, melainkan (B-b) gr.
Dengan
contoh dirinya sendiri sebagai benda dan air sebagai barang cair, maka simpulan
yang didapatkan Archimedes dalam tempat mandi itu belumlah boleh dikatakan
undang. Semua benda dalam alam, kalau dicemplungkan ke dalam semua zat cair
mestinya kekurangan berat sama dengan berat-zat cair yang dipindahkan oleh
benda itu. Kalau semuanya takluk pada kesimpulan tadi, barulah kesimpulan itu
akan jadi Undang dan barulah Archimedes tak akan dilupakan oleh manusia sopan,
manusia yang betul-betul terlatih sebagai bapak undang itu. (Madilog. hal 100-101 Tan Malaka, Pusat Data
Indikator)
MACAM-MACAM
PENALARAN INDUKTIF
1.
GENERALISASI
Generalisasi adalah
penalaran induktif dengan cara menarik kesimpulan secara umum berdasarkan
sejumlah data. Jumlah data atau peristiwa khusus yang dikemukakan harus cukup
dan dapat mewakili.
Contoh :
Contoh :
Generalisasi juga di
sebut induksi tidak sempurna ( lengkap ). Guna menghindari generalisasi yang
terburu – buru, Aristoteles berpendapat bahwa bentuk induksi semacam ini harus
di dasarkan pada pemeriksaan atas seluruh fakta yang berhubungan, tapi semacam
ini jarang di capai. Jadi kita harus mencari jalan yang lebih prakis guna
membuat generalisasi yang sah.
Tiga
cara pengujian untuk menentukan generalisasi:
a). Menambah jumlah kasus
yang di uji, juga dapat menambah probabilitas sehatnya generalisasi. Maka harus
seksama dan kritis untuk menentukan apakah generalisasi ( mencapai probabilitas
).
b). Hendaknya melihat adakah sample yang di selidiki cukup representatif mewakili kelompok yang di periksa.
c). Apabila ada kekecualian, apakah juga di perhitungkan dan di perhatikan dalam membuat dan melancarkan generalisasi?
b). Hendaknya melihat adakah sample yang di selidiki cukup representatif mewakili kelompok yang di periksa.
c). Apabila ada kekecualian, apakah juga di perhitungkan dan di perhatikan dalam membuat dan melancarkan generalisasi?
2.
ANALOGI
Pemikiran ini berangkat
dari suatu kejadian khusus ke suatu kejadian khususnya lainnya, dan
menyimpulkan bahwa apa yang benar pada yang satu juga akan benar pada yang
lain.
Contoh ;
Contoh ;
Sartono sembuh dari
pusing kepalanya karena minum obat ini.
Pengetahuan secara analogis adalah suau metode yang menjelaskan barang – barang yang tidak biasa dengan istilah – istilah yang di kenal ide – ide baru bisa di kenal atau dapat di terima apabila di hubungkan dengan hal – hal yang sudah kita ketahui atau kita percayai.
Analogi Induktif adalah
suatu cara berfikir yang di dasarkan pada persamaan yang nyata dan terbukti.
Jika memiliki suatu kesamaan dari yang penting, maka dapat di simpulkan serupa
dalam beberapa karakteristik lainnya. Apabila hanya terdapat persamaan kebetulan
dan perbandingan untuk sekedar penjelasan, maka kita tidak dapat membuat suatu
kesimpulan.
3.
HUBUNGAN KAUSALITAS
Berupa sebab sampai
kepada kesimpulan yang merupakan akibat atau sebaliknya. Pada umumnya hubungan
sebab akibat dapat berlangsungdalam tiga pola, yaitu sebab ke akibat, akibat ke
sebab, dan akibat ke akibat. Namun, pola yang umum dipakai adalah sebab ke
akibat dan akibat ke sebab. Ada 3 jenis hubungan kausal, yaitu:
(1). Hubungan
sebab-akibat.
Yaitu dimulai dengan
mengemukakan fakta yang menjadi sebab dan sampai kepada kesimpulan yang menjadi
akibat. Pada pola sebab ke akibat sebagai gagasan pokok adalah akibat,
sedangkan sebab merupakan gagasan penjelas.
Contoh:
Anak-anak berumur 7 tahun mulai memasuki usia sekolah. Mereka mulai mengembangkan interaksi social dilingkungan tempatnya menimba ilmu. Mereka bergaul dengan teman-teman yang berasal dari latar belakang yang berbeda. Dengan demikian, berbagai karakter anak mulai terlihat karena proses sosialisasi itu.
(2). Hubungan akibat-sebab.
Anak-anak berumur 7 tahun mulai memasuki usia sekolah. Mereka mulai mengembangkan interaksi social dilingkungan tempatnya menimba ilmu. Mereka bergaul dengan teman-teman yang berasal dari latar belakang yang berbeda. Dengan demikian, berbagai karakter anak mulai terlihat karena proses sosialisasi itu.
(2). Hubungan akibat-sebab.
Yaitu dimulai dengan
fakta yang menjadi akibat, kemudian dari fakta itu dianalisis untuk mencari
sebabnya.
Contoh:
Dalam bergaul anak dapat berprilaku aktif. Sebaliknya, ada pula anak yang masih malu-malu dan selalu dan mengandalkan temannya. Namun, tidak dapat di pungkiri jika ada anak yang selalu mambuat ulah. Hal ini disebabkan oleh interaksi sosial yang dilakukan anak ketika memasuki usia sekolah.
Contoh:
Dalam bergaul anak dapat berprilaku aktif. Sebaliknya, ada pula anak yang masih malu-malu dan selalu dan mengandalkan temannya. Namun, tidak dapat di pungkiri jika ada anak yang selalu mambuat ulah. Hal ini disebabkan oleh interaksi sosial yang dilakukan anak ketika memasuki usia sekolah.
(3). Hubungan
sebab-akibat1-akibat2
Yaitu dimulai dari suatu
sebab yang dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat pertama berubah menjadi
sebab yang menimbulkan akibat kedua. Demikianlah seterusnya hingga timbul
rangkaian beberapa akibat.
Contoh :
Mulai tanggal 2 april
1975 harga berbagai jenis minyak bumi dalam negeri naik. Minyak tanah, premium,
solar, diesel, minyak pelumas, dan lain-lainnya dinaikan harganya, karena
pemerintah ingin mengurangi subsidinya, dengan harapan supaya ekonomi Indonesia
makin wajar. Karena harga bahan baker naik, sudah barang tentu biaya
angkutanpun akan naik pula. Jika biaya angkutan naik, harga barang pasti akan
ikut naik, karena biaya tambahan untuk transport harus diperhitungkan. Naiknya
harga barang akan terasa berat untuk rakyat. Oleh karena itu, kenaikan harga
barang dan jasa harus diimbangi dengan usaha menaikan pendapatan rakyat.
4. PERBANDINGAN
INDUKSI
DALAM METODE EKSPOSISI
Eksposisi adalah salah
satu jenis pengembangan paragraf dalam penulisan yang dimana isinya ditulis
dengan tujuan untuk menjelaskan atau memberikan pengertian dengan gaya
penulisan yang singkat, akurat, dan padat.
Karangan ini berisi
uraian atau penjelasan tentang suatu topik dengan tujuan memberi informasi atau
pengetahuan tambahan bagi pembaca. Untuk memperjelas uraian, dapat dilengkapi
dengan grafik, gambar atau statistik. Sebagai catatan, tidak jarang eksposisi
ditemukan hanya berisi uraian tentang langkah/cara/proses kerja. Eksposisi
demikian lazim disebut paparan proses.
Langkah menyusun
eksposisi:
• Menentukan topik/tema
• Menetapkan tujuan
• Mengumpulkan data dari
berbagai sumber
• Menyusun kerangka karangan
sesuai dengan topik yang dipilih
• Mengembangkan kerangka
menjadi karangan eksposisi.
SALAH NALAR
Salah nalar adalah
kesalahan struktur atau proses formal penalaran dalam menurunkan kesimpulan
sehingga kesimpulan tersebut menjadi tidak valid. Jadi berdasarkan pengertian
tersebut, salah nalar bisa terjadi apabila pengambilan kesimpulan tidak
didasarkan pada kaidah-kaidah penalaran yang valid. Terdapat beberapa bentuk
salah nalar yang sering kita jumpai, yaitu: menegaskan konsekuen, menyangkal
antiseden, pentaksaan, perampatan-lebih, parsialitas, pembuktian analogis,
perancuan urutan kejadian dengan penyebaban, serta pengambilan konklusi
pasangan.
(Sumber : Wikipedia)
http://kusikhsanto.wordpress.com/2010/04/14/berpikir-induktif/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar